Musi Banyuasin – Suluhnusantaranews. Gencarnya pembangunan dan perbaikan infrastruktur di era Presiden Jokowi bukan berarti tanpa kendala. Luasnya wilayah Indonesia salah satu faktor yang menjadikan “tangan” Jokowi tidak mampu menjangkau semua dalam periode kepemimpinannya.
Daerah di luar Pulau Jawa masih banyak keluhan masyarakat terkait pembangunan infrastruktur, khususnya jalan. Propinsi Lampung salah satu daerah yang mencuat pemberitaannya, hingga mendapat perhatian khusus dari pemerintah pusat. Sementara masih banyak daerah lain yang luput dari pemberitaan, bahkan dengan kondisi lebih parah dari Lampung.
Salah satunya di Propinsi Sumatera Selatan, tepatnya di jalan dari Simpang 3 Bruge PT Pinago Utama, Desa Sugiwaras Sereka Keban Kemang Terusan dan Desa Macang Sakti, Kecamatan Sanga Desa berbatasan dengan kabupaten Muratara. Kondisinya dilaporkan rusak parah, penuh lubang serta berlumpur bak kubangan kerbau.
Salah satu Organisasi Kemasyarakatan yang gencar menyoroti persoalan buruknya pembangunan dan pemeliharaan infrastruktur adalah Gerakan Rakyat dan Mahasiswa Musi Banyuasin (GERAMM-MUBA). Melalui ketua umumnya M. Lekat Gonzalez berencana akan melakukan aksi damai pada hari Minggu (14/5/2023)
“Sudah 6 tahun jalan dari Simpang 3 Bruge menuju perbatasan Muratara ini rusak parah, di musim kemarau debu-debu tebal yang dihempaskan kendaraan memenuhi rumah-rumah warga dan warung-warung makan, di musim hujan timbul kolam-kolam air disepanjang jalan bak kubangan kerbau. Ini mengakibatkan banyak terjadi kecelakaan, juga ribuan kendaraan roda dua yang biasanya melewati jalan tersebut mengalihkan jalannya melalui sungai naik Tongkang dengan membayar minimal 10 ribu rupiah perhari. Ini pemborosan luar biasa,” papar M. Lekat kepada awak media Suluhnusantaranews.com pada, Selasa, (9/5/2023).
“Pemerintah Kabupaten Musi Banyuasin sudah berapa kali memperbaiki tetapi tidak bertahan lama, hanya sekitar 3 bulan rusak lagi. Hal ini dikarenakan banyaknya kendaraan ODOL (over dimension and over loading) yang melintas setiap harinya, mulai dari pengangkut batu bara, kayu, migas, dan sebagainya. Tidak tanggung-tanggung bobotnya ada yang 25 sampai 50 ton,” lanjutnya. Ada juga perbaikan jalan dari PT Astaka Dodol, namun masih jauh dari memadai,” lanjutnya.
Sarana infrastruktur di daerah yang sudah dialokasikan pembiayaannya oleh pemerintah butuh komitmen kuat dari Pemerintah daerah sebagai pelaksana anggaran. Lemahnya pengawasan dan eksekusi anggaran menjadikan niatan baik pemerintah pusat memeratakan sarana infrastruktur menjadi sia-sia. Praktik return fee dalam tiap proyek infrastruktur menjadi biang keladi proyek fisik rusak sebelum waktunya atau kualitas jalan tidak sesuai dengan spesifikasi yang direncanakan.
Kebijakan penyaluran dana desa yang diharapkan membantu perbaikan infrastuktur yang tidak terjangkau anggaran pusat, pada akhirnya juga menjadi sia-sia. Menjadi banca’an oknum kepala desa beserta aparatnya sebagai penerima dana bantuan namun tidak terjadi perbaikan yang dirasakan oleh masyarakat.
Infrastruktur jalan di luar pulau Jawa masih menjadi PR besar pemerintah untuk memeratakan pembangunannya. Masyarakat di pelosok cukup bersabar dengan kondisi yang ada, separah apapun. Berbeda dengan masyarakat di sebagian besar kota-kota di Pulau Jawa. Jalan berlubang sedikit sudah rebut di media. Sementara warga sekitar kabupaten Muratara selama 6 tahun masih sabar menunggu, sesekali mengeluh tanpa bisa berbuat banyak.
Infrastruktur jalan sebagai urat nadi perekonomian menjadi barang yang mahal bagi warga di pelosok luar Jawa. Pemerataan dan pengawasan pembangunan menjadi agenda besar pemerintah yang harus dicari solusinya agar ketimpangan pembangunan tidak semakin melebar.
*** Redaksi Suluhnusantaranews.com (D.Prasetyo)
Komentar Terbaru