Membandingkan sesuatu harusnya Aple to Aple, namun dengan sedikit membandingkan, Data dari BPS semoga rekan-rekan bisa mendapat rekam jejak, serta integritas dan kemampuan seorang calon kepala negara dari sisi Managerial dan pengelolahan kinerja nya.
Dalam tatakelola pemerintahan yang ingin dicapai oleh seorang pemimpin adalah kesejahteraan dan kemakmuran masyarakatnya, secara sederhana hal tersebut bisa dilihat dari angka Kemiskinan di daerah tersebut. Jika terjadi peningkatan angka kemiskinan bisa dikatakan bahwa pemimpin tersebut gagal. Jika angka kemiskinan turun walau sedikit boleh dibilang pemimpin telah berhasil dalam mengelolah dan memenagement tata pemerintahan.
Sedikit ilustrasi, di DKI jakarta terdiri dari 4 kotamadya yang semua pemimpin nya diangkat langsung oleh Gubernur artinya bisa sewaktu-waktu diganti kalau Gubernur merasa kinerjanya tidak perform.
Luas wilayah: 7.659 KM²
Jumlah Peduduk : 10.64 Jt jiwa.
APBD 2022 : RP 82.47T
Jawa Tengah terdiri dari 29 Kabupaten dan 6 Kota madya, yang pemimpinnya di pilih langsung oleh rakyat (daerah otonomi). Artinya Gubernur tidak bisa mengganti, sampai ada pemilihan lagi (5 tahunan)
Luas wilayah: 33,334 KM²
Jumlah Penduduk : 37,49 jt jiwa
APBD 2022 : RP. 24.61 T
Dari Perbandingan angka-angka diatas seharusnya DKI bisa lebih berinovasi dalam menyejahterahkan rakyat nya. Namun Pada kenyataan nya selama 5 tahun kepemimpinan tidak demikian. DKI lebih mengutamakan kegiatan-kegiatan yang tidak berdampak langsung terhadap masyarakat kecil. Kalaupun ada pasti meninggalkan masalah..
Gagasan yang dicanangkan hanya angin lalu, OK/OC, DP 0% gagal, Puskesmas hanya 1 yang dibangun, sementara di sisi lain di buat proyek ambisius seperti JIS Stadion, dan Formula E yang menghabiskan anggaran besar, dan pada akhirnya menyisahkan banyak masalah. Padahal proyek tersebut sudah mengabaikan nilai sosial dan kemanusiaan pada masyarakat, dimana dikejakan saat pandemi covid terjadi di negara kita.
Yang lebih parah angka kemiskinan DKI yang selama ini selalu dikisaran angka kepala 3 (3,42 sebelum covid September 2019). Setelah covid angka kemiskinan dan memasuki angka pemulihan, angka kemiskinan tembus di angka 4,69. Seharusnya dengan dukungan anggaran melimpah sebelum melepas jabatan Anis Baswedan bisa berinovasi menjadikan angka kemiskinan kembali turun setidaknya di angka phisikologis sebelum musibah Covid 3.42. Tapi pada kenyataan nya angka kemiskinan meningkat menjadi 4.61, dalam 2 pemulihan tahun sampai masa pemerintahan Anis Baswedan berakhir. Belum lagi temuan beras bansos senilai trilunan rupiah yang membusuk dan tidak terdistribusikan, semakin memperjelas kwalitas kepemimpinan Anis Baswedan.
Jika dibandingkan dengan Jawa Tengah sangatlah jauh berbeda.
Di Jawa Tengah angka kemiskinan memang tinggi, akan tetapi dengan inovasi dalam mejalankan pemerintahan Ganjar Pranowo berhasil menenkan angka kemiskinan dibawah angka phisikologis saat sebelum Musibah Covid terjadi. Akan tetapi Ganjar Paranowo merasa dirinya masih gagal karena angka kemiskinan masih diangka 2 digit, walaupun ada pandemi Covid yang banyak dipakai alasan oleh para pemimpin. Diketahui september 2021 angka kemiskinan Jawa tengah diangka 11.25% namun pada maret 2022 berhasil diturunkan menjadi 10.93%. Dengan ber Inovasi, anggaran yang minim tersebut bisa dioptimalkan oleh Ganjar untuk membangun wilayah yang sangat luas dengan penduduk yang begitu besar. Bagaimana ganjar membangun infrastruktur yang bisa menyentuh masyrakat secara langsung. Dan ber harap di akhir kepemimpinan nya Ganjar berharap dapat menurunkan angka kemiskinan di angka 9.85% – 9.05%.
Jika ada yang mempertanyakan masalah wadas, hal pertama yang perlu masyarakat tahu, masalah wadas adalah peninggalan pendahulunya, dan perpanjangannya ditandatangani oleh Sudirman said sebagai menteri ESDM yang diberhentikan oleh Jokowi. Namun Ganjar tidak menyalahkan siapapun mereka membuat regulasi yang tidak melanggar undang-undang, dan akhirnya masalah wadas dapat diselesaikan dengan memuaskan.
#GANJARkanIndonesia
*** Ellen Frani (Aktifis Perempuan)
Komentar Terbaru