Cerpen : Dahono Prasetyo
Bus pariwisata perlahan mulai bergerak meninggalkan kantor biro perjalanan Haji dan Umroh. Di dalam bis sebagian penumpang menghabiskan sisa berpamitan dengan lambaian tangan kepada para pengantar yang terlihat dari kaca. Mereka adalah rombongan jama’ah Umroh dari kota Kediri menuju Bandara Juanda Surabaya, untuk selanjutnya terbang ke Arab Saudi setelah transit di Jakarta. Seorang perempuan setengah baya duduk bangku deretan belakang. Di sampingnya seorang wanita berpakaian gamis dan jilbab panjang nampak sibuk memainkan biji tasbihnya. Penampilannya begitu religius, berbeda jauh dengan perempuan sederhana di sebelahnya yang hanya mengenakan kain kebaya dan kerudung putih.
“Ibu mau kemana?” tanya wanita muda itu setelah bis berjalan memasuki jalan raya.
“Ya mau berangkat Umroh to dik. Kita kan satu rombongan dari kantor biro tadi” jawab ibu itu sambil tersenyum ramah.
“Oh iya ya. Ibu termasuk berani berangkat sendirian, saya tadi juga tidak melihat ada keluarga ibu yang ikut mengantar.
“Lha saya ini dari dulu sudah terbiasa apa-apa sendiri. Anak saya 2 orang sudah tidak tinggal di rumah” jelas ibu itu tak berkurang ramahnya.
“Sudah berkeluarga semua ya bu?” tebak wanita muda berkaca mata itu.
“Yang pertama perempuan sudah nikah tinggal di rumah suaminya dekat pasar Wonokerto. Kalau adiknya laki laki kerja di Surabaya belum nikah”.
“Suami ibu masih hidup?”. tanya wanita berkerudung panjang itu seolah menyelidiki sesuatu.
“Ah nggak tahu dik, kami sudah cerai waktu anak bungsu umur 5 tahun. Namanya kerja jadi sopir truk, tergoda sama perempuan di jalan ya sudah biasa”. jawab ibu setengah baya itu ringan.
“Hebat juga, ibu sendirian mampu membesarkan dua anak hingga sukses?”
“Ya Alhamdulillah saya masih bisa menemani sampai mereka bisa mandiri”.
“Ibu sendiri punya usaha apa di rumah?” lanjut wanita itu mulai berkerut alisnya.
“Saya yaa.. jualan di pasar sama anak perempuan saya”.
“Ada ruko di pasar maksudnya?”
“Ruko apa to dik. Lha wong saya cuma jualan kangkung sama bayam. Si Jumi anak perempuan saya yang kadang titip singkong dari kebunnya” jawab ibu itu sambil senyum lugu.
“Jadi ibu berangkat Umroh ini biaya dari mana?”. Kali ini wanita muda itu terpaksa menghentikan jentikan tasbihnya. Ada yang terpaksa dia herankan.
Dipandangnya wanita di sebelahnya dari ujung sandal jepitnya hingga kerudung tipis yang menyembunyikan rambut ubannya.
“Ini semua atas welas asih Gusti Allah,dik. Anak lanang saya yang kerja di Surabaya dapat hadiah berangkat umroh dari kantornya. Katanya beberapa karyawan berprestasi diberangkatkan Umroh gratis, anak saya termasuk salah satunya. Lalu kemudian hadiahnya di kasihkan ke ibu, karena katanya dia belum siap berangkat. Ya ibu bersyukur punya anak yang ngerti sama orang tua”. Ibu itu bercerita perlahan penuh arti. Dan giliran wanita itu yang terdiam tak berkedip beberapa saat.
“Lha adik sendiri kerja di mana? Sudah Hajah ya?” tanya ibu lembut namun mampu membangunkan lamunan wanita itu.
“Ee..saya Dosen di IAIN bu, Alhamdulillah sudah 2 kali berangkat haji. Sekarang sedang dapat cuti dari kampus saya manfaatkan untuk ibadah Umroh”. Nada suara wanita itu ber-aroma kebanggaan sambil melirik perempuan disampingnya yang asik manggut manggut.
“Berapa umurnya? Sudah punya suami?”
“Saya belum menikah,bu. Usia saya 29 tahun” jawab wanita muda santun dan intelek itu.
Tak terasa bus sudah sampai di Gerbang Bandara. Obrolan mereka makin akrab layaknya ibu dan anak.
“Sebentar lagi kita sampai,bu. Anak ibu yang di Surabaya itu nanti datang ikut antar kan? Kalau boleh saya ingin berkenalan,bu?”
“Wah nggak tahu ya, kemarin waktu pulang katanya kalau lagi tidak sibuk di mau ketemu Ibu. Kantornya deket Bandara juga, kok”.
###
Di ruang tunggu keberangkatan penumpang, rombongan itu berkumpul bersama jama’ah lain. Wanita muda berjilbab itu masih menemani sang Ibu, duduk bersebelahan di bangku. Mereka nampak akrab layaknya Ibu dan Anak. Tak lama kemudian seorang pemuda berusia 25 tahun-an datang mendekati.
“Lha itu anak lanang saya, dik” seru ibu dengan wajah sumringah.
“Assalamu’alaikum, bu. Sudah lama menunggunya ya?” Pemuda berseragam biru kuning itu berkata sambil mencium pungung tangan ibunya. Wanita di sebelah perempuan itu ikut tersenyum ramah.
“Lama ya nggak apa-apa to? Yang penting kamu bisa datang” ucap perempuan itu lengkap dengan senyum ke-ibuannya.
“Ini kenalin bu Dosen, barengannya ibu di bis, dia satu rombongan dari Kediri juga”
“Assalamu’alaikum Ustadzah, maaf ibu saya sudah merepotkan” salam si anak berbudi itu sambil melepas topinya.
“Wa’alaikum salam, Tidak merepotkan kok. Kita cuma ngobrol saja” jawab wanita yang mengaku Dosen itu tak kalah ramahnya.
“Iya Ustadzah saya gak bisa lama lama di sini, masih banyak pekerjaan. Nitip ibu saya selama di sana ya. Bu saya mesti kembali kerja, ini saya bawakan lauk kesukaan ibu untuk nanti disana” kata pemuda itu sambil menyerahkan toples plastik berisi bawang goreng.
“Walaah..ngerti juga kamu kesukaan ibu,nak. Ibu jadi bisa irit nggak perlu jajan lagi nanti disana. Ya sudah kamu mau masuk kerja lagi ya? Hati hati. Ibu pasti berdoa untuk kamu disana”
“Alhamdulillah, matur nuwun bu. Jaga kesehatan juga ya bu. Assalamu’alaikum,bu.. Assalamu’alaikum Ustadzah..”
“Wa’alaikum salam, nak” jawab ibu itu sambil melepas genggaman tangan seusai dicium anak tercintanya.
“Wa’alaikum salam” jawab wanita yang dipanggil Ustadzah. Sedari tadi fikirannya takjub dengan apa yang terjadi di depannya. Lidahnyapun makin terkunci saat pemuda berseragam biru kuning itu berbalik badan berjalan menjauh. Karena sempat dilihatnya bacaan di bagian belakang seragamnya bertuliskan : “CLEANING SERVICE BANDARA JUANDA SURABAYA”
Surabaya, 2001
…untuk Jito dan Astri. Tetaplah di Harmonismu.
Komentar Terbaru