Amplop Caleg

Cerpen : Dahono Prasetyo

Aku sendiri tidak mengenal namanya, hanya sebatas tetangga kampung sebelah yang setiap pagi dan sore melintas di depan rumahku sambil mendorong gerobak kayu berisi barang barang loakan. Kami saling senyum atau mengangguk saat mata kami bertemu, sekedar basa basi layaknya warga satu kampung.

“Pulang jalan jalan, kang? Libur keliling hari ini ya?” tanyaku padanya sambil mengeringkan sisa air di motor seusai kucuci sore itu.

“Cuma ke pasar sebentar tadi. Ngajak anak anak sama istri lihat lihat baju” jawabnya sambil menghentikan langkah di dekatku. Tak jauh di belakangnya dua anak lelaki dan seorang wanita terlihat berjalan. Itulah keluarga kecilnya.

“Mosok cuma lihat-lihat saja? Nggak ada yang dibeli?” tanyaku pura pura serius.
“Iya Cuma beli baju sama sepatunya anak-anak untuk sekolah. Lagi ada rejeki dadakan dari kemarin saya kumpulin, lumayan buat nyenengin anak istri” jelasnya sambil senyum di samping gerobak berisi beberapa bekas kemasan minuman dan kardus bekas.

“Eh, mas sudah dapat pembagian amplop juga kan?” tanya lelaki itu kemudian.
“Pembagian amplop apa’an ya?” tanyaku berkerut kening.
“Masak gak tau, itu si Caleg Agus yang rumahnya di dekat lapangan bagi bagi amplop tali kasih katanya. Tiap warga yang namanya terdaftar di RT dapet amplop” jelasnya.
“Oh iya to? Saya baru tahu. Sampeyan dapet juga?” lanjut tanyaku mengurangi kerutan di kening.
“Saya dan istri dapet, satu amplop isinya 50 ribu. Kemaren ikut rombongan kampanye 2 kali juga dapet. Kemarinnya lain caleg ada lagi yang ajak berangkat kampanye naik bis, pulangnya dapet amplop juga. Saya sih ayo aja siapa yang ngajak asal ada amplopnya. Makanya hari ini bisa belanja pakai duit hasil ngumpulin amplop itu,mas” jelasnya tanpa malu malu.

Dalam hati aku tersenyum kecut atas realita berdemokrasi yang tak berubah dari dulu. Money politik menjadi dosa demokrasi yang masih dilestarikan. Sombong tapi sopan. Begitukah cara Caleg “menyejahterakan” pendukungnya, memanjakannya dengan lembaran uang. Slogan “Aksi Nyata” dan “Tidak Mengumbar Janji tapi Memberi Bukti” benar benar diwujudkan sebelum dia terpilih. Nyata berbentuk uang dan terbukti bukan amplop kosong. Suara warga dibeli murah untuk jangka waktu lima tahun. Aku hela nafas sambil garuk garuk perut.

Lelaki di depanku yang merasa sementara sudah di-sejahterakan itu mendadak bergegas berjalan ke arah belakangnya. Aku lihat 2 bocah kecil lelaki sedang berkelahi saling memukul. Perempuan di dekatnya hanya bisa teriak tak kuasa melerai lantaran kedua tangannya penuh plastik belanjaan. Lelaki di depanku tadi berhasil memisahkan pertarungan kedua anaknya yang sama sama menangis kesakitan.

“Kok pada berantem kenapa? Kan sudah di ajak jalan jalan?” tanyaku pada 2 bocah yang masih sesegukan saat melintas di depanku.
“Itu yang nakal si Pendi, es krim kakaknya direbut. Punya dia sendiri sudah habis dari tadi. Dasar anak anak gak ada yang mau ngalah” jawab lelaki yang sebenarnya tidak kutanya.
“Ooo rebutan es krim to? Ini mesti gara gara duit dari Caleg Dogol” gerutuku dalam hati, sambil melangkah masuk dalam rumah.

Di ruang tengah, di meja makan kulihat pemandangan yang tidak seperti biasanya. Ada martabak telor kesukaanku, martabak manis kesukaan istriku dan ayam goreng tepung kesukaan 2 anaku. Tanpa menunggu lama apalagi aba-aba dari istriku, langsung kusikat 2 potong martabak penuh isi daging pengganjal perut setelah 1 jam lebih memandikan motor.

“Enak nggak martabaknya, Yah? Telurnya 4 tuh. Tadi beli di dekat jembatan” tanya istriku yang datang tiba tiba dari dapur melihat mulutku bergerak mengunyah martabak.
“Enak, ntar habis mandi lanjut makan pake nasi. Eh tumben kamu beli makanan enak enak, habis dapet arisan ya?” tanyaku.
“Tadi pagi aku dapet amplop dari Pak Agus, Caleg dari Partai PON. Kamu juga dapet, trus aku beliin martabak sama ayam buat anakmu” jawab istriku ringan.

Mendadak mulutku berhenti mengunyah, beberapa potong berhenti di tenggorokan. Potongan martabak di tangan kupandangi bergantian dengan wajah istriku sambil sedikit ber-istighfar : “Yaa.. Allah lindungilah hamba-Mu dari godaan Caleg yang terkutuk”

Martabak kutelan sambil membayangkan Indonesia belum baik-baik saja untuk urusan wakil rakyat.

Depok 2019