Masa Berlaku SIM STNK Nopol Digugat Di MK, Ajukan Gugatan Untuk Bisa Berlaku Seumur Hidup

UU Lalu Lintas Dan Angkutan Jalan Raya

Jakarta – Suluhnusantaranews. Sistem administrasi tentang SIM, STNK dan Nopol kendaraan yang dinilai perlu dibenahi negara.

Arifin Purwanto seorang Advokat mengajukan judicial review Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (LLAJ) ke Mahkamah Konstitusi (MK).

Arifin meminta agar SIM, STNK hingga nomor polisi (nopol) kendaraan berlaku seumur hidup.

Adapun gugatan, Pasal 70 ayat 2 UU LLAJ yang menyatakan Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor berlaku selama 5 (lima) tahun, yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun.

Dalam gugatannya, Arifin menyatakan bahwa hal tersebut tidak ada dasar hukumnya.

“Surat Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (STNKB) dan Tanda Nomor Kendaraan Bermotor (TNKB) berlaku selama 5 (lima) tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun tersebut tidak ada dasar hukumnya,” katanya, dikutip website MK, Jumat (12/5/2023).

Kemudian, Arifin juga menceritakan peristiwa yang ia alami di mana ketika mengganti STNKB dan TNKB kendaraan harus dihadirkan di kantor Samsat.

Ia pun harus membawa sepeda motornya yang berada di Surabaya ke Madiun.

Menurutnya, hal tersebut tidak jelas dasar hukumnya sehingga bertentangan dengan Pasal 28D Ayat 1 UUD 1945.

Dia berharap STNKB dan TNKB dapat berlaku selamanya seperti sebelum Indonesia merdeka sampai tahun 1984.

Dengan demikian maka ia tak perlu repot-repot membawa sepeda motornya itu dari Surabaya ke Madiun.

Selain itu, ia juga menilai usulannya itu dapat mencegah pemalsuan dan pemborosan STNKB dan TNKB.

Dalam petitumnya, Arifin meminta agar MK menyatakan frasa “berlaku selama lima tahun yang harus dimintakan pengesahan setiap tahun” dalam Pasal 70 Ayat 2 UU LLAJ bertentangan dengan UUD 1945.

Terkait permohonan tersebut, hakim konstitusi Suhartoyo menyatakan agar Arifin memperbaiki sistematika permohonannya.

Menurutnya, kalau mengajukan gugatan di Pengadilan Negeri tentang perbuatan melawan hukum hingga gugatan cerai di Pengadilan Agama, itu semua yang diperiksa oleh hakim.

Sebab permohonan atau gugatan merupakan pijakan hakim untuk memeriksa dan menetapkan bisa dan tidaknya perkara yang kemudian secara substansial dipertimbangkan oleh hakim sehingga bisa diputuskan apakah mengabulkan atau menolak.

Menurutnya, hal itu dasarnya adalah gugatan atau permohonan yang memang memenuhi syarat-syarat formil.

Kemudian, Suhartoyo menilai Arifin yang menerangkan Pasal 24, kemudian Pasal 24C, Pasal 10 UUD MK bisa memenuhi syarat formil

Akan tetapi ia menyarankan sebaiknya format permohonan diperbaiki serta estetika permohonan juga perlu diperhatikan.

Sementara itu, Ketua Panel Hakim Wahiduddin Adams memberikan waktu selama 14 hari kepada Arifin untuk melakukan perbaikan.

Ia dapat menyerahkan permohonan kepada Kepaniteraan MK paling lambat pada 23 Maret 2023

***Sumber : Detik (Redaksi SN)