Tuban, Kabupaten Kaya Sumber Daya Alam Dan Investasi Yang Bersanding Dengan 15 Persen Warga Miskinnya

Jejak Kasus

Suluhnusantaranews – Sebagai salah satu kota di pesisir Utara Jawa Timur, Tuban memiliki kilang minyak besar yang terhubung langsung dengan laut. Pertamina merencanakan di kota Tuban akan dikembangkan untuk pembangunan kilang minyak mentah terbesar di Indonesia. Dengan kapasitas produksi 300.000 barel per hari, proyek investasi tersebut ditargetkan selesai pada tahun 2028.

Potensi strategis di bidang energi tidak lantas menjadikan kota Tuban menjadi kota besar dengan peningkatan perekonomian warganya. Dilansir dari data BPS Kab Tuban, jumlah penduduk miskin pada tahun 2020 berjumla 187 130 jiwa (15,91%). Dan meningkat pada tahun 2021 sebanyak 192 580 jiwa (16,31). Sedangkan di tahun 2022 mengalami penurunan menjadi 178,050 (15,02%)

Apa yang terjadi dalam pengelolaan pendapatan asli daerah Tuban, sehingga prosentase warga miskin berbanding terbalik dengan potensi ekonomi Tuban yang sebentar lagi menjadi kota Petrokimia setara dengan Gresik, dan Balikpapan?

Praktik penyelundupan penyelundupan Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis solar marak terjadi di wilayah perairan Tuban. Pada tanggal 14 Maret 2023 lalu Ditpolairud Mabes Polri menangkap Kapal MT Putra Harapan yang tengah melakukan kegiatan pencurian BBM jenis solar di dalam pipa atau selang bawah laut yang terhubung ke SPM 150.

Dari hasil pengukuran atau sounding barang bukti BBM jenis solar yang berada di atas MT Putra Harapan didapat hasil sebanyak 21.517 liter dan dari hasil uji laboratorium terhadap sampel yang diambil identik dengan BBM milik Pertamina Tuban.

Ditpolairud mengamankan dua orang tersangka yakni nakhoda kapal berinisial AI (47) dan anak buah kapal (ABK) berinisial MT (39). Sementara empat tersangka lain yang berinisial J, M, K, dan H melarikan diri dengan menceburkan diri ke laut saat akan ditangkap

Praktik pencurian dan penyelundupan BBM Solar yang terungkap bukan yang pertama kali. Para pelaku yang ditangkap mayoritas warga Tuban, namun hingga hari ini bandar, penampung dan otak pencurian tidak pernah terungkap. Disinyalir mereka para pelaku justru berasal dari luar kota Tuban. Ironisnya lagi keuntungan hasil pencurian dan penyelundupan BBM dinikmati oleh warga luar Tuban. Sedangkan saat tertangkap, warga Tubanlah yang menjadi korbannya.

Penyelundupan dan pencurian menjadi praktik kejahatan yang terorganisir, memanfaatkan masyarakat lokal dengan iming-iming upah tinggi. Tingginya angka kemiskinan membuat warga tidak kuasa menolak bujukan para bandar disertai rendahnya kesadaran akan resiko hukum praktik pencurian.

Begitulah yang selalu terulang, ketika aparat penegak hukum hanya mampu menjangkau pelaku di lapangan, namun kesulitan mengungkap dan membuat efek jera otak dan bandarnya.

Salah satu faktor kesenjangan sosial lainnya adalah maraknya ilegal mining (praktik penambangan liar) di kota Tuban. Selain kilang minyak, Tuban secara geografi memiliki kawasan bentangan perbukitan kapur yang kaya sumber daya alam.

Praktik tambang galian ilegal di Tuban sudah menjadi rahasia umum yang berlangsung turun temurun dan cenderung dilestarikan. Modusnya cukup mudah melacaknya. Sebuah perusahaan tambang galian tanah kapur mendirikan satu perusahaan dengan ijin resmi berikut titik koordinat lokasi galian. Yang terjadi di lapangan, penambangan bisa terjadi di beberapa titik dengan koorditar berbeda, alias ilegal. Kerusakan lingkungan terjadi secara masif karena praktik ilegal mining tidak pernah peduli dengan dampak lingkungan. Sebisa mungkin, sebanyak banyaknya mengeruk sumber daya alam yang barangkali 7 turunan lagi baru habis.

Pertanyaan selanjutnya, sejahterakah warga sekitar tambang? Jawabannya tidak. Warga sekitar hanya tuan rumah yang dijarah potensi lahannya tanpa bisa berbuat apa-apa. Keuntungan milyaran rupiah pertahun dari hasil tambang galian tidak menjadikan jalan di desanya mulus teraspal, tidak membuat gubuk rumah mereka berubah bangunan tembok, dan tidak juga menurunkan angka kekurangan gizi anak-anak balita di Tuban. Hanya ada pemandangan kerusakan lingkungan yang bisa diceritakan kepada anak cucunya.

Bupati Tuban bersama aparat pemerintahan daerah yang mencanangkan pemberantasan kemiskinan pada kenyataannya hanya menjadi slogan belaka. Banjir investasi, baik nasional maupun perusahaan internasional terkait BBM, perusahaan tambang legal maupun ilegal lebih utama dilayani. Pembangunan infrastuktur lebih penting daripada menurunkan angka kemiskinan warga yang termasuk 3 besar termiskin di Jawa Timur.

Pilihan yang sulit bagi warga Tuban jika ingin berubah sejahtera harus bernegosiasi alot dengan cukong-cukong penyelundup BBM dan ilegal mining. Sesuatu yang seharusnya menjadi tugas dan tanggung jawab Pemda, namun diabaikan oleh sekelompok elitenya.

Sudah waktunya pemerintah pusat turun tangan menyelesaikan persoalan pengelolaan sebuah kota kecil yang kaya sumber daya alam dan potensi investasi, namun tak pernah ada keadilan dan pemerataan bagi warganya.

*** Redaksi Suluhnusantaranews