Tegak Lurus Jokowi, Relawan Mau Berlabuh Kemana?

Penulis : Agung Wibawanto

Hasil Musra Relawan Jokowi (Projo) sudah diserahkan kepada Jokowi langsung. Selanjutnya akan didalami oleh Jokowi beserta partainya, PDIP dan partai koalisinya.

Dilihat dari struktur dan mekanisme partai, sudah pasti Jokowi akan mengikuti apa yang diamanahkan PDIP, mengusung kader partai sebagai capres 2024. Kader partai yang dimaksud adalah, Ganjar Pranowo. Hampir tidak mungkin PDIP bergeser dari pilihannya tersebut.

Seperti diketahui, Musra Projo menghasilkan tiga nama bacapres dan tiga nama bawacapres, sebagai alternatif pilihan. Tiga besar bacapres yang dimaksud adalah Ganjar Pranowo, Prabowo Subianto dan Airlangga Hartarto. Sedangkan tiga nama bacawapres adalah Mahfud MD, Moeldoko dan Sandiaga Uno. Apakah hasil ini akan berpengaruh atas pilihan fix Jokowi maupun partai pengusungnya nanti? Tentu saja tidak.

Jokowi sangat paham bahwa mekanisme pengusungan capres-cawapres yang diatur oleh konstitusi adalah merupakan pasangan kandidat yang diusung oleh partai ataupun koalisi partai dengan syarat PT 20%. Jokowi hanya ingin menampung aspirasi relawannya yang tersebar di seluruh negeri bahkan luar negeri. Perkara hasil itu akan digunakan atau tidak, atau akan menetas atau tidak, tentu relawan juga akan paham. Tidak boleh kecewa apalagi baper.

Jika mengatakan ingin tegak lurus Jokowi, maka apapun yang akan menjadi keputusan Jokowi pastinya akan diikuti. Misal, Jokowi memberi kode kepada Prabowo, ya relawan akan ikut ke Prabowo. Sebaliknya, misal Jokowi memberi kode ke Ganjar atau Airlangga, ya tetap ikut, meski ada yang kurang suka dengan pilihan Jokowi tersebut. Itu konsekuensi tegak lurus Jokowi. Namun sepertinya tidak semua relawan demikian.

Meskipun dia Projo kemudian Jokowi mengarahkan kepada kandidat yang tidak disukainya, maka dia akan memilih sosok yang sudah disukai sedari awal. Artinya, meskipun dia Projo, namun akan tegak lurus pada pilihan dirinya sendiri.

Saat ini yang terjadi di kalangan Projo sendiri, sudah mulai terjadi perdebatan, terutama antara pendukung Prabowo dengan Ganjar, ada pula yang kekeh ngaku tegak lurus Jokowi demi mencari aman.

Mereka yang tegak lurus Jokowi dipastikan adalah pendukung militan Jokowi yang masih berharap Jokowi 3 periode, meski hampir keseluruhan Projo menginginkan itu. Namun, sekali lagi, yang perlu kita garis bawahi dan kita sepakati, bahwa Jokowi tidak bisa berdiri sendiri, dalam mengusung kandidat, dan karena dia sendiri adalah kader partai (PDIP). Jadi, perlu dipahami jika, Jokowi tidak akan mengarahkan kemanapun.

Terlebih dua kandidat terkuat Musra adalah “orangnya Jokowi”. Atau, Jokowi akan melakukan konsolidasi dengan partainya (termasuk menentukan bakal cawapres), dan menyerahkan keputusannya kepada PDIP.

Kemudian Jokowi mengikuti amanah PDIP. Karena memang begitu mekanisme yang mengaturnya. Bisa saja jika Jokowi melawan dan bertentangan dengan pilihan PDIP. Jika hal itu terjadi, maka Jokowi sebagai kader harus siap dianggap membangkang.

Di mana-mana, memang kader harus tegak lurus kepada instruksi partainya kecuali dia siap untuk dipecat. Namun saya tidak yakin Jokowi demikian. Jokowi tipikal kader yang loyal kepada partai sejak 2004 dia berkecimpung sebagai politisi sejak menjadi Walikota Solo

Hanya kadang berbeda pandangan dengan partai adalah lumrah sebagai dinamika. Pada sesuatu yang prinsipil, maka tidak ada tawar menawar kader harus tunduk kepada partai. Ini berlaku dimanapun di negara manapun.

Bagi masyarakat yang tidak memahami situasi kondisi dan suasana kebatinan partai yang diatur dalam AD/ART tentu akan protes dan tidak setuju. Ya silahkan, itu pilihan. Tapi kita harusnya juga bisa saling menghormati peraturan masing-masing. Rakyat punya aturan dan kehendak lalu bikin Musra, tapi partai dan sistem pemilu kita juga punya aturan. Semua keributan antara relawan dan partai kan hanya persoalan pemahaman aturan saja.

Musra sendiri -yang tidak ada pengaturannya dalam UU Pemilu- hanya dianggap seperti pooling saja, yang dilakukan oleh satu komunitas tertentu. Hasilnya juga tidak akan menentukan apapun selain sebagai referensi dan bacaan dari analisa peta politik pemilihan. Dibanding lembaga survey, memang Musra lebih banyak melibatkan pemilih, dan lebih luas wilayah jangkauannya serta bersifat langsung melalui tatap muka

Jadi, bandul Jokowi akan mengarah kemana? Menurut terawangan yang kita bisa lihat dan ikuti, sepertinya akan ada perbedaan pilihan antara Jokowi dengan partainya, PDIP. Tapi semua akan terselesaikan dengan baik melalui jalan tengah, kesepakatan melalui musyawarah yang dilakukan antara Jokowi, PDIP dan Koalisi Besar. Jikapun keduanya yang akan maju ke putaran kedua, setidaknya ada jaminan keberlanjutan, serta tidak terlalu gaduh perangnya. Tabik.

***Awib